Ijin Eskpor Rotan yang menuai Kontroversi


Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 12 tahun 2005 mengenai izin ekspor bahan baku rotan,   merupakan Peraturan Menteri Perdagangan yang telah lama menuai protes dan kontroversial dikalangan pengusahan rotan dalam negeri.  Karena dengan Peraturan tersebut, pasokan rotan dalam negeri  menjadi terbatas, karena sebagian besar pengusaha bahan baku mentah dan setengah jadi lebih senang langsung mengekspor dibandingkan memasok untuk keperluan industry pengolahan yang berdomisili  terutama di pulau Jawa.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 12 Tahun 2005  tersebut telah ditetapkan volume bahan baku rotan yang dapat dieskpor langsung dalam bentuk Rotan asalan jenis taman/sega dan irit sebesar 25.000 ton, Rotan setengah jadi dalam bentuk kulit dan hati rotan yang diolah dari jenis taman/sega dan irit sebesar 16.000 ton, Rotan setengah jadi dalam bentuk rotan poles, hati dan kulit sebesar 36.000 ton, sehingga total bahan baku mentah dan setengah jadi yang bias  diekspor menjadi 77.000 ton.

        Namun dalam Peraturan terbaru yang diterbitkan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu melalui Permendag No 33/M-AG/PER/7/2009 tanggal 28 Juli 2009 mengatur mengenai kuota volume ekspor rotan yang baru yaitu masih tanpa adanya perubahan yaitu sebanyak 77.000 ton untuk periode 1 Juli 2009-30 Juni 2010. Di mana jenis rotan yang boleh diekspor antaralain jenis taman atau sega, irit sebanyak 25.000 ton, rotan setengah jadi dalam bentuk hati dan kulit rotan dari jenis taman atau sega dan irit sebanyak 16.000 ton dan rotan setengah jadi dalam bentuk rotan poles, hati dan kulit rotan yang diolah dari jenis bukan taman atau sega dan irit sebanyak 36.000 ton.

 Yang ditunggu-tunggu para pengusaha rotan Cirebon khususnya sebagai wilayah yang banyak menyerap produk rotan mentah dan setengah jadi,   adanya kebijakan untuk menghapus atau paling tidak mengurangi volume ekspor rotan bahan mentah dan setengah jadi. Namun sampai saat ini tampaknya Menteri Perdagangan belum bergeming, karena dari kebijakan Permendagri No. 12 Tahun 2005 dan perubahan terakhir Permendag No. 33 Tahun 2009, tidak terlihat adanya pengurangan kuota ekspor tersebut.

Berdasarkan draft yang sudah beredar, wilayah-wilayah yang selama ini bukan menjadi penghasil rotan yang mengekpor rotan akan dilarang mengekspor bahan baku rotan, sehingga yang boleh melakukan ekspor rotan hanyalah wilayah penghasil rotan saja. Kita tunggu langkah Pemerintah pasca penerbitan Permendag No. 33 Tahun 2009.

Selanjutnya pada tanggal 11 Agustus 2009 kembali Menteri Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri No.  36 Tahun 2009 yang secara materi melakukan perubahan atas  Peraturan Menteri Perdagangan No. 12 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Perdagangan No.36 Tahun 2009, di mana maksud dan tujuannya sebagaimana siaran pers yang disampaikan oleh Pusat Humas Departemen Perdagangan dimana inti perubahan tersebut  dimaksudkan untuk mencapai tiga sasaran pokok yaitu pertama untuk menjamin pasokan bahan baku rotan bagi industri dalam negeri melalui penetapan batasan maksimum rotan yang dapat diekspor dan wajib pasok ke industri dalam negeri. Kedua, menjamin masyarakat petani/pengumpul rotan memperoleh manfaat dari hasil sumber daya alam daerah mereka sendiri dan sekaligus mengembangkan industri pengolahan rotan yang bernilai tambah. Ketiga, untuk menjaga kelestarian tanaman rotan agar dapat mempertahankan keseimbangan pasokan rotan serta kelestarian lingkungan alam di daerah penghasil rotan.(Januminro,15/09/2009).

Lampiran  :

1.  Peraturan Menteri Perdagangan  No 12 tahun 2005 mengenai izin ekspor bahan baku rotan.......klik disini

2.  Peraturan Menteri Perdagangan  No 33/M-AG/PER/7/2009 tanggal 28 Juli 2009 ........klik disini.

3.  Peraturan Menteri Perdagangan No. 36 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Ekspor Rotan .....klik disiini